Rabu, 26 November 2008

Sedekah Cinta

Itu adalah judul buku bersampul hardcover biru karya Diana Ekarini dan Lia ... (maaf aq lupa). Buku itu menggelitikq karena judulnya. Kupikir buku itu tentang cinta semata ... aq salah.

Buku itu kulihat pertama kali di perpustakaan SMUTH ketika aq tengah mengajar kelas XI IPA. Judulnya menarik perhatianku. Kubaca sinopsisnya dan akhirnya kuputuskan untuk membelinya.

Malam itu kubaca buku "Sedekah Cinta". Lembar demi lembar kubaca. Isinya menyadarkanku betapa aq begitu lemah ... tak setegar yang orang bayangkan. Aq merasa aq sudah bersikap tegar menghadapi ujian setelah lebaran kemarin, bahwa aq telah berbuat sesuatu. Aq salah ... Diana ... penulis buku itulah sang manusia super tegar.

Aq banyak belajar dari kisah dalam buku itu bahwa mengobati penyakit, mengatasi masalah, membebaskan diri dari hutang, atau masalah apasaja (kecuali syirik) dapat dilakukan dengan satu langkah sederhana .... BERSEDEKAH. Sederhana namun tak mudah.

Semua orang akan mengatakan bahwa mereka sudah banyak bersedekah ... mungkin benar ... tapi buku itu mengajarkan bahwa untuk setiap ikhtiar yang kita lakukan, dahului dengan sedekah dan niatkan sedekah itu tujuan ikhtiar kita.

Misalkan kita berikhtiar untuk membayar hutang kita, maka dahului dengan sedekah dan niatkan sedekah kita itu untuk memudahkan kita dan membebaskan kita dari hutang-hutang kita.

Tentu orang akan berpikir: uang yang kita miliki untuk membayar hutang akan berkurang jika kita pakai bersedekah. Mungkin benar jika kita hitung menggunakan kalkulator dan manajemen keuangan manusia. Ingatlah Allah! Kita pinjam kalkulator dan manajemen-Nya. Niscaya perhitungan kita akan lebih masuk akal.

Ustadz Yusuf Mansyur (Wisata Hati) pernah menjelaskan bahwa jika kita punya uang 10.000 rupiah kemudian kita sedekahkan dengan ikhlas sebesar 1.000 rupiah, maka jumlah uang kita menjadi 11.000 rupiah ... hmmm ... aneh bin ajaib.

Ibu Diana, sang penulis, bercerita bahwa suatu saat di dompetnya dia hanya memiliki 750ribu rupiah kemudian disedekahkannya 350ribu kepada panti asuhan dekat rumah sakit tempat anaknya di rawat. Subhanallah ... pada hari yang sama beliau memperoleh sumbangan tak terduga sebesar 2,5 juta rupiah. Aneh tapi nyata. Dan masih banyak cerita beliau tentang kekuatan sedekah. Ketika beliau melihat jumlah tagihan rumah sakit (anaknya sakit leukemia akut dan harus dikemoterapi), beliau kaget dari mana semua uang yang dipakainya untuk membayar tagihan itu. Jumlahnya bukan puluhan juta tapi ... RATUSAN JUTA. Nilai yang fantastis. Namun beliau tidak pernah merasa kesulitan membayarnya karena beliau memiliki keyakinan bahwa Allah akan selalu membantunya dan keyakinannya akan kekuatan sedekah. (Catatan: beliau mendapat pencerahan setelah berkunjung ke Wisata Hati).

Aq sekarang selalu meniatkan sedekahku untuk hal yang spesifik sebelum melakukan ikhtiar. Mudah-mudahan banyak orang yang membaca buku ini dan mengikuti apa yang dilakukan oleh ibu Diana ... Sedekah Cinta.

"SEDEKAH TAK AKAN PERNAH MENGURANGI HARTAMU, SEDEKAH AKAN MENAMBAH HARTAMU"

Selasa, 25 November 2008

Ujian Itu Datang Setelah Idul Fitri 1429H

Astaghfirullah .... ampuni aq ya Allah! Ampuni segala dosa yang telah kuperbuat sehingga Engkau memberiku ujian yang membuatku terhenyak.

Idul Fitri 1429H lalu memberiku banyak kenangan. Keluarga besarku kumpul (baca: silaturahmi) di rumahku. Aq masak masakan khas lebaran favorit keluargaku ... dalam jumlah yang banyak. Senang rasanya bisa berkumpul dan makan bersama ... beri aq kesempatan lagi ya Allah!

Tanggal 8 Oktober atau seminggu setelah lebaran aq harus pergi ke Jakarta untuk sebuah tugas. (Terima kasih atas rezeki itu ... ya Rabb). Kontrakq dengan USAID mengharuskanq tinggal di Jakarta selama 10 hari. Di rumahq hanya ada 4 orang laki-laki yaitu ayahku, yayangku, dan 2 anakku. Yayangku menelepon untuk menanyakan cara memasak sayur untuk ayah dan anak2q. Geli rasanya ... mahal sekali sayurnya ... karena ditambah biaya telepon ... he he he. Tapi itulah ...

Pada hari ke 9 yayangku menelepon dan mengatakan bahwa si kecil demam ... tapi aq masih tetap bertahan di Jakarta karena kuanggap sakitnya tidak terlalu serius. Esoknya yayangku menelepon lagi dan mengatakan bahwa si kecil demam tinggi ditambah pusing, mimisan, dan muntah2. Telepon itu kuterima pagi ketika aq masih di kamar hotel. Langsung lemaslah badanku ... kuputuskan untuk pulang hari itu juga padahal tugasq belumlah tuntas. Tapi anakq lebih penting dari tugas itu ... begitu pikirku.

Aq tiba di rumah jam 8.30 malam ... si kecil belum tidur karena menunggu kedatanganq. Langsung kupeluk dan kugendong dia. Panasnya tinggi sekali! Ya Allah ... ampuni aq. Dalam hati aq menjerit ... Nak, maafkan ibumu yang kurang memperhatikanmu! Lalu aq menyuapi si kecil dengan perasaan cemas dan sedih. Malam itu praktis aq tidak tidur karena panas si kecil yang naik turun ... bahkan mencapai 40 derajat Celcius! Aq panik sekali ... namun kupendam saja kepanikan itu.

Esoknya si kecil langsung kami bawa ke UGD karena kami kira tidak ada dokter anak yang praktik pada hari Sabtu. Di UGD langsung dokter yang menangani si kecil meminta kami melakukan tes darah dan hasilnya trombositnya sedikit di bawah batas terendah (normal 150ribu dan anakku 146rb). Dokter menyarankan si kecil di rawat ... tapi aq masih meminta supaya dia di rawat di rumah. Akhirnya kami membawa si kecil ke dokter spesialis anak yang praktik di Apotik Metro. Di situ kami diminta melakukan pemeriksaan darah lagi ... dan hasilnya anakq harus di rawat dan kami tidak bisa menawar lagi. Ternyata si kecil sakit tipus positif 7 (lumayan berat katanya). Setelah dirawat selama 9 hari akhirnya si kecil boleh pulang. Itu terjadi di hari Jumat.

Jumat sore itu anakq yang pertama minta dijemput ayahnya karena badannya demam. Sampai di rumah panas badannya makin tinggi (39,8) dan itu membuat kami panik. Tengah malam kami dibangunkan oleh ayahku (anakku tidur dengan beliau). Anakku panasnya semakin tinggi dan dia sudah setengah sadar ... ayahku panik sekali dan berteriak memanggil nama anakku. Akhirnya malam itu kami membawanya ke rumah sakit. Setelah pemeriksaan darah ternyata anakku harus dirawat ... kami bingung ... ya Allah, ujian apalagi ini. Akhirnya kami putuskan untuk tidak dirawat ... tapi esok paginya (Sabtu pagi) kami sangat khawatir dengan kondisinya dan akhirnya kami bawa dia ke rumah sakit lagi dan diputuskanlah bahwa dia memang harus dirawat. ... Ujian kedua kami ... Dan kami hanya bisa berpasrah diri pada-Nya. Kami ikhlas dengan semua ini. Anakku dirawat selama lima hari.

Pada hari Selasa ayahku mengatakan bahwa beliau merasa kurang enak badan dan batuknya semakin menjadi. Sore itu kubawa beliau ke dokter keluarga yang ternyata tidak praktik dan digantikan oleh dokter lain. Dokter itu mendiagnosa bahwa ayahku sakit bronchitis berat dan memintanya dirawat. Ya Allah ... cobaan apa lagi ini? Kutegarkan hatiku. Ayahku tak mau dirawat dan ingin di rumah saja. Malamnya beliau muntah-muntah terus dan tidak mau makan. Yayangku sedang menjaga anakku di rumah sakit dan aq menjaga anakku yang kecil dan ayahku. Kukatakan pada beliau bahwa akan lebih baik bagi beliau dan kami semua jika beliau mau dirawat di rumah sakit. Kami merasa lebih tenang karena beliau akan lebih terawat di rumah sakit.

Esoknya kubawa beliau ke rumah sakit untuk di rawat. Beliau dirawat di lantai lima (5) sedangkan anakku di lantai tiga (3). Aq seperti kurir ... bolak balik atas bawah. Aq sendiri heran dengan tenaga yang kumiliki ... tidak ada rasa lelah sejak hari pertama si kecil di rawat sampai ayahku masuk rumah sakit.

Anakku yang pertama akhirnya diperbolehkan pulang, walau masih lemah tapi kondisinya sudah membaik.

Aq dan yayangku bergantian jaga di rumah sakit. Tapi hari kedua ayahku di rawat yayangku mengirimkan pesan pendek yang berisi "Mah ... saya gak enak badan ... mulai demam, apakah saya perlu jaga di rumah sakit malam ini?" ... Bagai bom yang meledak di sebelahku rasa terkejutku. Cobaan apa lagi ini?

Kujawab pesan pendeknya dengan "Ya Allah ... sayang ... jangan sakit dong ... Ama nyerah deh kalo yayang sakit. Yayang ga usah jaga ... biar ama aja. Yayang minum obat trus istirahat bareng anak-anak." Karena sedang membeli keperluan ayahku di Griya Metro aq ga mungkin menangis. Kutahan itu semua. Bahkan ketika aq sampai di rumah sakit.

Esoknya, entah kenapa aq ingin pulang pagi-pagi sekali ... bahkan sebelum ayahku sarapan pagi. (beliau baru bisa tidur jam 3 pagi setelah hampir sehari setengah sulit tidur). Sampai di depan rumah aq kaget karena tirai kamar tamu masih tertutup rapat ... deg ... aq curiga ada yang sesuatu terjadi di rumah. Ketika kubuka pintu depan suasana rumah begitu sepi. Aq semakin gelisah ... "Ada apa ini, ya Allah?" Kubuka pintu yang menghubungkan ruang tamu dan ruang keluarga dan kudapati yayangku tengah terbaring dengan suhu tubuh yang tinggi dan badannya sedikit menggigil. Kedua anakku juga tengah terbaring di kasur udara yang terbentang di depan TV. Sebuah pemandangan yang membuatku ingin berteriak dan menangis sekeras-kerasnya. Ya Allah ... ternyata aq belum lulus ujian yang kemarin dan masih perlu diuji lagi.

Aq bingung sekali karena aq harus menangani 4 pasien sekaligus ... aq tahu aq tak akan sanggup sendirian.

Tapi .....

semua itu akhirnya berakhir ... Allah memberiku kebahagiaan dengan memberikan kesembuhan bagi Ayah, anak-anak dan yayangku tercinta. Allah memberiku kemudahan untuk membayar biaya rumah sakit. (Terima kasih untuk yang sudah membantu ... semoga Allah membalas kebaikan Anda berlipat-lipat. Amin)

Terima kasih ya Allah ... Engkau masih mencintai aq dan keluargaku. Engkau memberi kami cobaan sekaligus membuka mata dan hati kami untuk semakin mencintai-Mu.

Sekarang ... kami tengah bersyukur atas kesehatan yang Allah berikan pada kami sekeluarga serta keberhasilan yayangku menyelesaikan kuliah S2-nya. Alhamdulillah.